Rabu, 16 November 2011

SEJARAH SUNGAI KAPUAS



Sejumlah pegunungan yang membentang
di Kabupaten Kapuas Hulu, serupa Schwaner dan Muller, ternyata diabadikan dari nama sejumlah pelaku ekspedisi berkebangsaan asing pertengahan abad XIX di daerah itu.



Wilayah perbatasan antara Kapuas dan Mahakam merupakan salah satu wilayah yang paling terpencil di Borneo. Di sebelah timur, daerah Mahakam Hulu, yang terisolasi oleh jeram-jeram yang sangat berbahaya, di mana suku Kayan-Mahakam, suku Busang termasuk sub suku Uma Suling dan lain-lain serta suku Long Gelat sebuah sub suku dari  Modang menempati daratan-daratan yang subur, sedangkan suku Aoheng mendiami daerah berbukit-bukit. Di sebelah barat, daerah Kapuas Hulu dengan kota niaga kecil Putussibau, dikelilingi oleh desa-desa Senganan, Taman dan Kayan. Lebih ke hulu lagi, dua desa kecil Aoheng dan Semukng. Di antara keduanya, sebuah barisan pegunungan yang besar mencapai ketinggian hampir 2000 meter didiami oleh suku nomad Bukat atau Bukot dan Kereho atau Punan Keriu, serta suku semi nomad Hovongan atau Punan Bungan.
Orang asing pertama yang mencapai dan melintasi pegunungan ini adalah Mayor Georg Muller, seorang perwira zeni dari tentara Napoleon I yang sesudah Waterloo masuk dalam pamongpraja Hindia Belanda. Mewakili pemerintah kolonial, ia membuka hubungan resmi dengan sultan-sultan di pesisir timur Borneo. Pada tahun 1825, kendati Sultan Kutai enggan membiarkan tentara Belanda memasuki wilayahnya, Muller memudiki Sungai Mahakam dengan belasan serdadu Jawa. Hanya satu serdadu Jawa yang dapat mencapai pesisir barat. Berita kematian Muller menyulut kontroversi yang berlangsung sampai tahun 1850-an dan dihidupkan kembali sewaktu-waktu setiap kali informasi baru muncul. Sampai tahun 1950-an pengunjung-pengunjung daerah itu pun masih juga menanyakan nasib Muller. Bahkan sampai hari ini hal-hal sekitar kematian Muller belum juga terpecahkan. Diperkirakan Muller telah mencapai kawasan Kapuas Hulu dan dibunuh sekitar pertengahan November 1825 di Sungai Bungan, mungkin di jeram Bakang tempat ia harus membuat sampan guna menghiliri Sungai Kapuas. Sangat mungkin bahwa pembunuhan Muller dilakukan atas perintah Sultan Kutai, disampaikan secara berantai dari satu suku kepada suku berikutnya di sepanjang Mahakam dan akhirnya dilaksanakan oleh sebuah suku setempat, barangkali suku Aoheng menurut dugaan Nieuwenhuis. Karena Muller dibunuh di pengaliran Sungai Kapuas, dengan sendirinya sultan tidak dapat dituding sebagai pihak yang bertanggungjawab. Bagaimanapun, ketika ekspedisi Niewenhuis berhasil melintasi daerah perbatasan hampir 70 tahun kemudian, pada hari nasional Perancis tahun 1894, barisan pegunungan ini diberi nama Pegunungan Muller.
Menjelang pertengahan abad XIX, Belanda telah berhasil menguasai daerah-daerah  pesisir dan perdagangan di muara sungai besar. Penguasaan niaga saja ternyata tidaklah cukup, dan kekuatan-kekuatan kolonial membutuhkan penguasaan teritorial yang sesungguhnya, yang berdasarkan struktur-struktur administratif dan militer. Dalam rangka inilah ekspedisi-ekspedisi besar dilakukan pada perempat akhir abad XIX. Ekspedisi ke Kapuas Hulu dimulai pada 1893 oleh Nieuwenhuis.

Eksplorasi lebih lanjut lalu menyusul pada tahun-tahun pertama abad yang baru oleh Enthoven di Kapuas Hulu Hingga di tahun 1930-an, seluruh pedalaman Borneo telah jatuh di bawah kekuasaan sebenarnya dari kekuatan-kekuatan kolonial, kecuali Kesultanan Brunei yang sudah sangat menciut.
Informasi tentang Borneo dari sebelum zaman penjajahan tidak banyak diketahui. Abad XIX terjadi migrasi suku Dayak Iban secara besar-besaran, memasuki lembah Rejang dari selatan, mungkin dari daerah aliran Sungai Kapuas. Sebelumnya di daerah aliran Sungai Rejang tidak terdapat suku Iban. Dengan bermigrasi ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rejang, suku Iban menyerang suku Kayan di daerah hulu sungai-sungai itu pada tahun 1863 dan terus maju ke utara dan ke timur. Pesta perang dan serangan pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya. Menjelang awal tahun 1900-an suku Dayak pengayau telah memasuki daerah hulu Sungai Rajang, Kayan, Mahakam dan Kapuas yang terpencil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STOP BUANG SAMPAH KE SUNGAI KAPUAS



kapuas merupakan suatu anugerah akan kekayaan alam yang dimiliki oleh negara kita, daerah kita, provinsi tempat kita tinggal, hidup, berkembang biak. Mustahil kita dapat seperti ini tanpa adanya sungai yang melintasi tempat tinggal kita ini. Dan tak keberatan seharusnya jika kita mulai detik ini berhenti mengotori sungai yang membuat kita maju seperti sekarang ini. tentu kita tak ingin bila kota ini, tempat yang kita diami menjadi jakarta dengan sampah yang menggunung dan bantaran kali atau sungai yang penuh sesak dengan sampah. Padahal kita tahu sungai bukanlah tempat sampah. Stop waste the kapuas river.
Bayangkan jika setiap rumah ditepian sungai kita membuang sampah sedikitnya 5 kilogram ke sungai kapuas, niscaya berton-ton sampah akan terkumpul sepanjang aliran sungai ini dari hulu sampai hilir. Apakah kita akan diam. Semua butuh dukungan, mari kita sukseskan program sungai tanpa sampah.
Marilah kita belajar samapi kenegeri Jiran saja.Tidak usah ke negeri cina. Coba lihat dan amati, apakah sungai yang membelah kota Kuching di serawak ada sampah terhanyut?apakah hal itu hanya dinegeri kita saja?apakah kita tidak malu?jawabanya hanya bisa kita tentukan sendiri. Untuk saya pribadi, sangat malu dan sedih.